Orangtua mana yang tidak senang, saat melihat anaknya rajin belajar
tanpa disuruh. Hampir semua orangtua berharap anak-anak mereka mau
belajar sendiri, tanpa harus dipaksa, dibujuk dengan susah payah, atau
harus bertengkar terlebih dahulu. Sebagai orangtua, Anda juga berharap
begitu, bukan?
Sebenarnya, budaya “belajar” mandiri berawal dari kebiasaan membaca
sejak dini. Orangtua yang membiasakan anak-anaknya membaca sejak dini
usia, akan memetik buah yang sangat manis; anak-anak mereka cenderung
lebih mudah belajar, tidak malas, dan senang membaca. Seakan-akan, buku adalah sahabat dan teman bermain
yang mengasyikkan bagi mereka.
Sayangnya, tidak banyak orangtua yang menyadari pentingnya membaca
sejak dini usia ini. Mereka cenderung bersantai-santai pada awalnya, dan
menyerahkan semuanya kepada sekolah, sambil menunggu “hasil”. Hingga
pada akhirnya, mereka baru akan tersadarkan setelah melihat hasil
belajar putra-putri mereka yang jauh dari harapan.
Setelah melihat hasil yang kurang memuaskan ini, akhirnya orangtua
mencari cara agar anak-anak mau belajar. Tidak jarang yang menggunakan
cara-cara pemaksaan, hukuman, jadwal les yang padat, yang mayoritas itu
bukannya menambah keinginan dan semangat anak untuk belajar, tapi malah
membuat mereka jenuh belajar. Nah, lo…kalau sudah begitu, repot juga,
kan?
Membudayakan membaca dan menulis bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan
sangat melelahkan! Mengapa? Karena aktivitas ini akan menyita banyak
waktu, menguras energi dan pikiran kita sebagai orangtua. Tapi, sekali
lagi, jangan jadi orangtua kalau Anda tidak mau capek!!
Saya terkenang dengan ibu saya. Sejak saya kecil, saya dan abang saya
dibiasakan dengan buku. Sebelum tidur, kami dibacakan berbagai macam
buku cerita. Aktivitas sehari-hari pun, kami akrab dengan buku.
Kebetulan, kakek dan nenek kami adalah penilik sekolah, dan suatu hari
mereka mengirimi kami satu peti buku bacaan. Isinya? Ratusan!! Kami
semakin memperkaya perpustakaan pribadi kami dengan koleksi buku-buku
tersebut.
Ibu mendidik saya bukan dengan “harus” membaca. Tapi, ibu membuat
saya senang bermain dengan buku. Dan akhirnya, saya pun bersahabat baik
dengan buku. Bahkan saat makan, saya selalu menyempatkan sambil membaca
buku. Hambar rasanya jika makan tanpa buku yang menemani. Saya
berkacamata minus tiga pun, itu akibat saya tidak bisa menahan diri
untuk tidak membaca buku, meski sambil tiduran. Sampai kini, saya hampir
menjadi seorang ibu pun, kebiasaan itu melekat pada saya.
Budaya membaca buku itu mengantarkan saya kepada kebiasaan belajar
mandiri. Saya menjadi kaya akan kata, dan membuat saya mencintai dunia
menulis. Hal itu didukung dengan daya khayal saya yang tinggi.
Terciptalah dongeng-dongeng, puisi-puisi, cerpen-cerpen hasil khayalan
saya.
Banyak orangtua tidak menyadari pentingnya hal ini dalam dunia
anak-anak mereka. Saat kecil, mereka memang mungkin belum menunjukkan
prestasi gemilang alias nilai-nilai yang terbaik. Adanya ketidakstabilan
dalam dunia anak-anak, seringkali membuat mereka lebih cenderung
“hidup” di dunia khayal mereka.Kita sering mengecap mereka “pengkhayal”,
dan pada akhirnya menyuruh mereka untuk berhenti melakukan hal
tersebut.
Yang seharusnya orangtua lakukan bukanlah menyetop atau menyuruh
mereka “berhenti”. Namun memberikan mereka arahan dan bimbingan, kemana
mereka seharusnya melangkah. Disusul kemudian motivasi untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki. Hasilnya? KEAJAIBAN LUAR
BIASA!!
Anda pernah melihat penulis-penulis cilik yang usianya belum genap 10
tahun, namun sudah menghasilkan banyak karya? Nah, jika Anda mampu
mengembangkan potensi tersebut dari putra-putri Anda, maka Anda telah
melakukan sebuah investasi berharga. Percayakah, bahwa putra-putri Anda
bisa lebih baik dari mereka semua? Tentu harus!
Kecerdasan pertama kali dibangun oleh kemampuan berbahasa seorang
anak. Dan kemampuan membaca ini berawal dari kebiasaan membaca.
Anak-anak yang banyak membaca, mereka akan memiliki pengetahuan, wawasan
yang lebih banyak daripada anak-anak lain yang tidak suka membaca.
Membudayakan membaca sejak dini, bukan berarti memaksa mereka untuk
serius sampai mengerutkan kening. Tapi, membuat mereka mencintai buku,
seperti mereka mencintai bermain.
Budaya membaca sejak dini ini bisa Anda mulai sejak ia dalam
kandungan Anda. Pada usia 7 bulan, janin sudah dapat mendengar
suara-suara di sekitar ibunya. Tidak ada salahnya, Anda membaca buku
keras-keras, sambil mengajaknya berbicara.
Saat si kecil lahir, Anda bisa mengenalkan budaya membaca dengan
kartu-kartu dan permainan edukatif. Bukankah anak-anak suka bermain?
Nah, jangan halangi kesenangan mereka ini. Namun, buatlah improvisasi,
dimana anak-anak bisa belajar membaca sambil bermain. Asyik, bukan?